My Writting

Thursday, October 23, 2014

Jika Saja Tidak Ada Belajar Malam

MAN Insan Cendekia Serpong. Sekolah yang banyak didamba-dambakan orang lain, karena "gratisnya" dan "mutunya" yang tinggi. Berhasil lolos dari seleksi MAN IC bukan suatu happy ending menurut saya. Berhasil lolos dari segala macam seleksi dan tes masuk MAN IC ini menurut saya merupakan suatu permulaan dari "doa dan usaha kerja keras" saya selama ini. Tidak mudah untuk "survive" di sini. Walau pun materi pembelajaran kita intinya sama dengan sekolah lain, tapi tingkatannya sengaja dibuat berbeda. Tujuannya adalah agar kita terbiasa untuk menghadapi seuatu yang jauh lebih susah, sebelum sesuatu yang mudah. Orang-orang di sini sering berkata, "Yang penting itu prosesnya. Bukan hasilnya". Ya... benar juga sih sebenernya, cuma tetap saja, hidup mati kita di sini tetap bergantung pada hasil yang kita dapatkan. Di sini, kejadian remed setelah belajar dengan sangat keras disertai doa yang kencang kerap sekali terjadi. Hal inilah yang sering menjadi penghalang besar kita untuk sekedar bisa survive di sini. Kehidupan yang super duper sibuk saya hadapi di sini. Dari mulai bangun tidur sampai mau tidur lagi selalu saja ada hal-hal yang harus dikerjakan. Selama hidup saya, bahkan saya baru merasa kurang dengan 24 jam yang telah diberi Allah tiap harinya.


Sebenarnya, terkait masalah waktu, ada beberapa hal yang menurut saya seharusnya bisa lebih efektif dari yang selama ini terlaksana. Masalahnya adalah ada di "Belajar Malam". Jujur, menurut saya, belajar malam yang kami laksanakan kini dan kemarin tidak terlaksana secara efektif. Maksud saya, sebenarnya ada hal-hal lain yang mungkin lebih efektif untuk dilakukan pada jam-jam sehabis maghrib sampai pukul 19.45. Memang tidak seluruhnya pelajaran pada saat belajar malam itu tidak efektif menurut saya. Tapi mungkin jika dipersenkan keefektifannya, mungkin hanya sekitar 25% dari 6 hari dalam seminggu belajar malam.
Setelah mendengar pendapat-pendapat dari teman kelas saya, Nagita, saya merasa sangat setuju dengan pendapatnya. Ialah untuk menghapuskan belajar malam seperti dahulu kala, saat kami masih kelas X. Faktanya, dulu saat kelas X, saya lebih sering bisa memanfaatkan waktu antara maghrib-isyak dengan baik. Diantaranya saya bisa menyicil materi-materi ulangan, mengerjakan tugas untuk esok hari, dan menghapal alquran. Entahlah, tapi semasa saya duduk di kelas X, faktanya saya merasa lebih enjoy daripada saat kelas XI dan XII ini.
Coba saja tidak ada belajar malam, solat isyak akan terlaksana pada waktunya. PR-PR dan waktu belajar untuk ulangan akan selesai lebih cepat, sehingga kita bisa tidur malam lebih cepat (tidak begadang sampai larut malam). Tidak telat datang ke masjid saat subuhnya dan bisa mandi sebelum subuh untuk persiapan sekolah sehingga tidak telat sekolah paginya karena tidak tidur larut malam. Makan malam bisa dilakukan saat setelah mahgrib sehingga akan lebih sedikit yang telat datang ke masjid saat menjelang maghrib. Kita tidak akan lagi kelaparan saat malam-malam dan berjalan-jalan keluar kamar menuju kamar-kamar lain (mengganggu) untuk mencari sumber makanan karena makan malam tepat pada waktunnya (tidak terlalu cepat). Kemudian, kita bisa lebih optimal saat pembelajaran di kelas karena tidak terkantuk-kantuk saat dijelaskan. Dan yang terakhir, jika kita bisa lebih optimal saat pembelajaran di kelas, sudah barang pasti hal ini akan menyebabkan nilai-nilai kita akan naik dan tidak ada lagi remed-remed yang menguras waktu dan tenaga kita, sehingga lagi kita bisa datang ke masjid lebih awal saat maghrib.
See, semua itu ada sebab dan akibat. Hal kecil yang dilakukan bisa merubah banyak hal. Jika saja tidak ada belajar malam.... :’)


No comments:

Post a Comment